Saturday 20 June 2009

Pemerintah SBY-JK gagal melaksanakan pembaruan agraria

*Siaran Pers*
Jakarta, 18 Juni 2009

*Pemerintah SBY-JK gagal melaksanakan pembaruan agraria *

Pemerintahan periode 2004-2009 tidak melaksanakan janji-janjinya untuk
melakukan pembaruan agraria. Ini terbukti sejak Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) dicanangkan pada tahun 2007 yang merupakan bagian dari
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) gagal dilaksanakan.
Semula, Presiden berjanji untuk meredistribusikan lahan pertanian seluas
9,25 juta hektar untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Namun rupanya
program tersebut hanya janji kampanye belaka tanpa ada niatan yang
sungguh-sungguh untuk mewujudkannnya. Hal tersebut dikemukakan Henry
Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) di Jakarta (18/6).

Alih-alih menunaikan janjinya untuk meredistribusikan lahan kepada rakyat,
pemerintah lewat Undang-undang Penanaman Modal (UUPM) malah semakin
memberikan ruang yang luas dengan meliberalisasikan penggunaan tanah kepada
perusahaan-perusahaan besar baik asing maupun dalam negeri. Konsesi tanah
dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) diberikan secara membabi buta hingga bisa
mencapai 95 tahun, padahal pemerintah penjajah Belanda saja hanya memberikan
konsesi HGU paling lama 70 tahun. Meskipun pada akhirnya pasal HGU dalam
UUPM tersebut di anulir oleh Mahkamah Konstitusi, hal itu sudah menunjukkan
bahwa pemerintah tidak pro-rakyat. Liberalisasi di bidang pangan dan
pertanian semakin menggila dengan keluarnya Inpres No. 5 tahun 2008 tentang
fokus program ekonomi 2008-2009. Di dalamnya mengatur juga sejumlah konsesi
untuk perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di bidang pangan dengan sekala
yang luas (food estate).

Sementara itu, sektor pertanian rakyat semakin terpuruk. Tengok saja dalam
usaha tani padi, konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian sedikitnya
terjadi 10.000 hektar per tahun. Demikian juga dengan kepemilikan lahan para
petani yang semakin turun, saat ini kepemilikan lahan oleh petani di Jawa
sekitar 0,3 hektar sedangkan di luar jawa 1,19 hektar. Adapun klaim
keberhasilan pemerintah dalam swasembada beras patut dipertanyakan lagi.
Memang benar angka-angka statistik menunjukan kenaikan yang signifikan dalam
produksi beras. Terhitung sejak tahun 2005 sampai 2008, produksi beras naik
2,7 persen per tahunnya. Namun ada yang mencurigakan, karena kenaikan
terbesar disumbangkan pada saat injury time, yakni ketika kekuasaan
pemerintah akan berakhir. Tengok saja kenaikan produksi beras pada pada
tahun 2007 dan 2008 yang mencapai masing-masing sebesar 4,76 dan 5,76
persen.

Fenomena ini sebenarnya bisa diterangkan secara sederhana, kenaikan produksi
beras yang signifikan di tahun-tahun terakhir ini berkaitan erat dengan
kenaikan subsidi pertanian yang menakjubkan. Anggaran untuk benih meningkat
tajam dari Rp. 113 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp. 1,32 triliun pada
tahun 2009. Sedangkan subsidi pupuk meningkat dari Rp.4,18 triliun tahun
2006 menjadi Rp. 17,2 triliun tahun 2009. Jadi, berswasembada beras terwujud
berkat kenaikan subsidi input pertanian bukan disebabkan oleh perbaikan
kinerja. Wajar saja bila swasembada beras ini tidak terkait dengan
kesejahteraan petani.

Kebijakan pemerintah sekarang ini masih jauh dari amanat konstitusi, bahkan
lebih condong ke neoliberal. SPI menyatakan bahwa selama Pembaruan agraria
seperti yang dimandatkan dalam konstitusi tak dijalankan maka langkah bagi
pembangunan di Indonesia akan terus dibayangi oleh kelaparan, konflik
agraria, rusaknya infrastruktur pedesaan, dan impor pangan. Oleh sebab itu
kita butuh solusi yang berani dan luar biasa, sehingga pelaksanaan Pembaruan
Agraria yang diamanatkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960)
sebagai penjabaran dari UUD 1945 pasal 33, merupakan agenda yang mendasar
bagi Indonesia untuk terjadinya perombakan, pembaruan, pemulihan dan
penataan sistem agraria nasional yang sejati demi keadilan dan kemakmuran
bagi petani, dan seluruh rakyat Indonesia. Dan agenda ini, tidak bisa
ditunda-tunda lagi.

Dokumen lengkap silakan unduh disini:
http://www.spi.or.id/wp-content/uploads/2008/01/kebijakan-neolib-gagal-bangun-pertanian1.pdf

0 comments:

Post a Comment